Remaja Muslim di Era Globalisasi
Saat ini remaja muslim berada dalam suatu proses perubahan masyarakat global. Dalam proses globalisasi ini bagaimana remaja muslim memerankan posisi dan tanggung jawab dalam gerak perubahan masyarakat yang begitu cepat? Bagimana remaja muslim menunjukkan sikap dan citranya sebagai generasi Islam yang beridentitas di tengah perubahan ini? Bagimana remaja mengaktualisasikan diri menghadapi isu-isu global dan nilai-nilai yang berkembang di era globalisasi ini?
Posisi dan Tanggung Jawab Remaja Muslim
Dari kepentingan pelaksanaan pembangunan nasional generasi muda adalah sumber daya manusia dan sumber tenaga kerja bagi keberlangsungan pembangunan di masa depan. Bagaimana wujud dan kondisi masa depan terletak pada kesiapan dan kemampuan fisik, intelektual, rohani, dan keterampilan generasi muda kini. Sejalan dengan itu remaja muslim sebagai bagian dari generasi muda pada umumnya adalah sumber daya manusia dan sumber tenaga kerja bagi umat Islam. Kemajuan umat Islam di masa depan sangat tergantung pada generasi muda muslim melalui daya juang ( etos kerja) yang tinggi dan daya piker yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah untuk mewarnai pelaksanaan keseluruhan aspek pembangunan nasional. Artinya, untuk membebaskan umat Islam dari kebodohan dan kemiskinan di masa depan terletak di tangan remaja muslim saat ini. Untuk itu diperlukan generasi muda muslim yang sehat dan kuat, baik aspek keimanan dan ketakwaannya, ilmu pengetahuan dan teknologinya, bermoral dan memiliki wawasan kebangsaan serta bertanggung jawab mewujudkan kebaikan, kebenaran, dan keadilan dalam proses pembangunan nasional.
Dengan demikian remaja muslim menempati posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa dan umat Islam di masa depan. Untuk memerankan posisi dan tanggung jawabnya itu remaja muslim dihadapkan pada peluang dan tantangan dalam mengaktualisasikan dirinya di tengah perubahan masyarakat. Sebagai manusia yang sedang berproses, usia remaja mengalami fas-fase pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikologis. Pada usia 13-16 tahun disebut fase remaja pertama dan usia 17-21 tahun disebut masa remaja akhir ( Darajat, 1987:114,118). Pada masa remaja pertama pertumbuhan dan perubahan jasmaninya terjadi begitu cepat sehingga emosinya mudah terguncang, keyakinan pada Tuhan terkadang sangat kuat dan terkadang ragu. Ibadahnya pun kadang rajin dan kadang malas. Karena emosinya masih labil. Dari aspek intelektual, remaja telah memahami hal yang abstrak dan mengambil kesimpulan dari kenyataan yang di lihat dan di dengarnya. Pada masa remaja akhir pertumbuhan fisik dan intelektualnya telah mendekati kesempurnaan dan memasuki tahap dewasa. Ia telah dapat berpikir logis membedakan antara yang benar dan salah, pengetahuannya berkembang, ajaran agama diterima secara kritis. Pada masa ini ia sangat peduli terhadap masyarakat, nasib rakyat dan masa depan bangsa.
Mereka ingin mendapat tempat dalam masyarakat, ingin menonjol dan diikutsertakan dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Jelasnya generasi muda memiliki kemurnian idelisme, keberanian dan keterbukaan dalam menyerap nilai-nilai dan gagasan-gagasan baru, semangat pengabdian, spontanitas dan dinamika, inovasi dan kreativitas dan keinginan yang kuat untuk menampilkan sikap dan kepribadian yang mandiri. Namun ia belum memiliki pengalaman yang dapat merelevansikan pendapat , sikap dan tindakannya pada kenyataan yang ada ( Depdibud, 1978:11). Manusia yang berada dalam masa ini, menurut Owens, Jr . (1984) dan Majer (1978),disebut masa operasional formal. Ciri utamanya adalah berkembangnya kemampuan berpikir abstrak, fleksibelitas, kemampuan bernalar secara kompleks serta kemampuan mental melaksanakan uji hipotesis ( Wardani:8). Artinya , manusia pada masa remaja telah mencapai empat perkembangan, yakni : a) dapat menerima pandangan orang lain; b) dapat membandingkan apa yang didengar, dilihat dan dikatakan dengan apa yang diketahuinya dan kemudian belajar dari hal-hal tersebut c) dapat menhubungkan keseluruhan dengan bagian-bagian yang berkaitan atau sebaliknya; d) dapat memanfaatkan apa yang telah dipahami (Wardani, 1994:8).