Riset menunjukkan bahwa 10 %
sikap kita ditentukan oleh kekuatan luar, sedangkan yang 90 % oleh pikiran kita sendiri . apabila ini benar ,
mengapa sikap kita terhadap kehidupan
kemudian sering begitu berbeda dari
apa yang kita inginkan?
Sebagian alasannya adalah karena kita membentuk sikap dengan meniru
orang-orang di sekitar kita sejak usia dini sehingga kita tidak bertanya kepada
kita sendiri apakah sikap itu memang kita inginkan selama hidup.
Sebenarnya kita telah
melakukan hal tersebut saat kita masih anak-anak. Ketika kita belajar berjalan,
banyak orang yang menyoraki kita semua.Mereka bertepuk tangan. Kita mencoba
berjalan dengan berpegang kursi menuju arah mereka tetapi apa yang terjadi, barupun satu langkah kaki kita melangkah saat
itu juga kita tersungkur jatuh tetapi karena keinginan yang kuat untuk bisa
berjalan kita mencoba berdiri lagi dan bangkit untuk memulai mencoba berjalan
kembali dengan berbekal pengalaman yang pernah dialami.
kini kita memiliki semangat yang begitu besar dan tanpa pikir panjang serta tidak takut terjatuh lagi, kita
akhirnya bisa melangkah meskipun tertatih-tatih . karena intensitas belajar
yang sering akhirnya kitapun bisa berjalan selayaknya orang dewasa berjalan dan kini kitapun tidak
ingin hanya bisa berjalan saja, melihat kakak kita yang sedang bermain bola dan
berlari-lari, membuat kita ingin sepertinya.
Tanpa pikir panjang lagi
kitapun berlari tetapi apa yang terjadi ?kita jatuh dan berdarah akan tetapi
karena pengalaman yang lalu pernah kita rasakan menjadikan diri kita terobsesi
untuk harus bisa berlari meskipun kita
harus menerima konsekuensi ( resiko) nya
pula. Hal ini kita akan buktikan kepada semua orang pada saat kita bisa berlari
dengan kencang dan bisa mengalahkan mereka semua.
Begitu juga halnya dengan
kehidupan kita ? sering kali kita mendengar didalam kehidupan ini adalah sebuah
kegagalan ataupun hal yang belum
tercapai oleh kita.
Apa yang akan Anda lakukan apabila Anda tahu bahwa Anda tidak akan
gagal dalam hal apapun? Sejumlah studi menunjukkan bahwa rasa ‘rendah diri’,
rasa ‘tidak mampu’, atau perasaan bahwa diri kita memiliki keterbatasan sangat
berperan diantara usia 6-12 tahun .
apabila Anda bertanya kepada anak-anak
usia 6 tahun apakah mereka akan dapat berhasil
dalam sesuatu, maka 90 % dari mereka akan mengatakan ‘ya’. Pada usia 12 tahun,
hanya 10 % yang mengatakan ‘ya’.
Menurut Rachmat Kristiono Dwi
Susilo Penulis buku “Kecerdasan orang-orang sukses”,bahwa ada tiga tindakan manusia ketika menghadapi kondisi
sulit (menemui kesulitan) yaitu: orang yang tidak berbuat apa-apa bahkan melakukan tindakan menyimpang,
seperti: stress dan bunuh diri,Orang yang telah berbuat tetapi belum
berhasil.,Orang yang berbuat dan berhasil.
Orang yang
telah berbuat tetapi belum berhasil. Apa yang nanti bisa dibayangkan, jika telah bekerja berhari-hari dengan memberikan
pengorbanan harta dan waktu, ternyata belum mendapat apa-apa. Semangat untuk
bertahan individu bisa dikatakan lemah. Kegagalan adalah sukses yang tertunda.
Kunci paling penting yakni menjadikan kegagalan sebagai langkah untuk sukses.
Artinya , ketika kegagalan datang mendera, bukannya berhenti, tetapi terus
menerus mencari jalan keluar. Jika setelah gagal, kemudian berhenti maka, ya!
Kegagalan itu sendirilah hasil yang kita dapatkan.
Suichiro Honda,tidak begitu saja besar menjadi korporasi
yang membawahi 43 perusahaan di 28 negara. Ia pernah mengalami lebih dari satu
kali kegagalan. Ketika menawarkan piston
berbentuk cincin, hasil karyanya, banyak teknisi yang menertawakannya. Toyota
tidak menerima tawarannya itu, sebab tidak memenuhi standar. Setelah dua tahun
diperbaiki dan disempurnakan, barulah Toyota menerimanya. Tetapi, “kegagalan”
kedua kembali mendera, pabriknya di bom saat perang. Ia tidak menyerah dan
mendirikan pabrik lagi.
Tetapi, naas lagi tidak dapat dihindar,
terjadilah gempa bumi hingga memporak-porandakan pabriknya lagi. Menyerahkah
Suichiro Honda? Ternyata tidak. Tahun 1970-an terjadi kelangkaan bahan bakar.
Kecenderungan masyarakat Amerika berpindah dari kendaraan besar ke kendaraan
yang lebih kecil. Dari sinilah baru dipastikan bisnis Honda melejit dan menuai
keuntungan yang tidak terkira.
Orang yang
berbuat dan berhasil. Tidak sedikit kita iri kepada orang-orang di sekitar
kita yang justru seakan-akan tidak mendapatkan rintangan untuk mencapai
kebahagiaan hidup. Apa saja yang diinginkan, selalu saja membuahkan hasil yang
memuaskan. Modal kecerdasan yang dimiliki, membuat dirinya selalu masuk yang
terbaik.
Bayangkan saja, berapa keuntungan yang didapat
kalau kita memiliki perusahaan yang
memiliki lebih dari 5 bidang usaha. Dalam wawancara dengan harian
Seputar Indonesia yang dilansir pada 13 Agustus 2006, Darjoto Setyawan, managing
director PT Rajawali Corporation .tersebutlah
bidang-bidang usahanya, sebagai berikut:
1. Bersama dengan Bimantara Citra Tbk mendirikan
Rajawali Citra Televisi Indonesia ( RCTI).
2. Di bidang Manufacturing dimilikilah PT Bentoel Internasional.
3. Di bidang Telekomunikasi dimilikilah
Excelcomindo Pratama Tbk.
4. Di sektor Properti dan hotel, bergabung dalam
Grup Sheraton (telah mengekspansi di Kuala Lumpur , Malaysia).
5. Di bidang Ritel didirikan Metro Departement.
6. Membeli saham Cemex di Pabrik Semen Gresik.
Sama
dengan keberuntungan yang diperoleh PT Rajawali Corporation
sampai akhir tahun 2006, kita
segarkan dengan pengalaman dan perjalanan hidup
mantan orang pertama di Indonesia yaitu Presiden RI ke-3, Bachruddin
Jusuf Habibie. Banyak kalangan menyatakan
bahwa Habibie memiliki prestasi yang bisa dikatakan luar biasa. Suatu prestasi yang jarang ada pihak yang
bisa menandingi hingga saat ini. Bagaimana tidak, hampir keseluruhan yang
dilakukan selalu saja laris manis. Seakan-akan
dalam hidupnya tidak pernah didera masalah. Dengan kata lain,
keputusan-keputusan yang dibuat bagi dirinya tidak pernah bertentangan dengan
kemauan publik.
Setidak-tidaknya ada tiga prestasi yang pernah diraih
oleh beliau yaitu :
a. Prestasi akademik
Ia hanya setahun kuliah di ITB, kemudian selama 10 tahun kuliah di Jerman.
Kesemuanya diraih dengan predikat summa cumlaude. Berkat kecerdasannya
membuat temuan-temuan yang masih digunakan hingga sekarang ini, terutama dalam
industri pesawat terbang, membuatnya berhak menerima royalty atas 8 hak paten konstruksi pesawat terbang
seperti dari Airbus dan F-16.
b. Prestasi kerja (birokrasi)
Selama 14 tahun memegang posisi
penting di Perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg, Jerman.
Setelah kembali di Indonesia ia memegang 47 jabatan penting, baik di lembaga
Nasional/Internasional. Selama 20 tahun menjadi Menristek danKepala BPPT ketika
masa Orde Baru. Dalam masa ini pun, Habibie memiliki gagasan ekonomi yang tidak
sama dengan ekonom-ekonom senior sebelumnya. Kemudian , ia pernah menjadi Wakil
Presiden (3 bulan) dan menjadi Presiden RI (6 bulan).
c. Prestasi Sosial
Pernah mendapatkan penghargaan Theodore van
Karman Award dari Pemerintah Cina.
Kiprahnya mendirikan dan sekaligus
menjadi Ketua ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslin Indonesia) mampu mewarnai perjalanan politik bangsa beberapa
periode. ICMI menjadi kekuatan politik
yang diperhitungkan dan sempat membuat kabinet Soeharto lebih “hijau” (bermoral
baik). Ketika menjadi Presiden , banyak terobosan demokrasi yang dilakukan
dengan tetap mempertahankan kondisi ekonomi yang stabil dam mengarah ke keadaan
yang baik.
Prof.Syafi’i Ma’arif menyatakan bahwa satu-satunya orang
yangberjasa membuka demokrasi di Indonesia adalah Habibie. Ia layak mendapat
julukan sebagai Bapak Demokrasi Indonesia, setelah proklamator Mohammad Hatta.
Hanya kelemahan beliau pasti dihubungkan dengan lepasnya Timor-Timur dari NKRI.
Sama halnya dengan Amien Rais yang menunjukkan kelemahan Habibie adalah terlalu
dekat atau “anak buahnya” Soeharto.
Kelebihan-kelebihan sosok Habibie jelas tidak
banyak dimiliki rata-rata orang Indonesia. Artinya, kita tidak bisa serta merta
iri dengan kesuksesan-kesuksesan jalan hidupnya begitu saja. Karena itu,beliau
kita kategorikan orang yang berbuat dan berhasik. Sulit bagi kita seperti
Habibie. Kita bisa menempuhnya dengan perbuatan dan hasil merupakan proses yang
terus menerus. Tancapkan dalam benak
kita, semakin banyak kesalahan yang diperbuat, semakin matang dan semakin dekat
dengan keberhasilan yang akan kita raih.
Sebagai manusia, pastilah kita merasa begitu
banyak hal yang ditakuti. Karena manusia memeliki rasa takut pada banyak hal,
merupakan hal yang sangat manusiawi. Mengutip gagasan Dr.Napoleon Hill,Roy-Byrne
Paterson bahwa dalam diri manusia terdapat 6 jenis takut, yakni: 1) Takut
kritik; 2)Takut sakit; 3) Takut miskin; 4)Takut tua; 5) Takut kehilangan kasih sayang seseorang;
dan 6) Takut mati.
Takut kritik sengaja diurutkan pertama, sebab
dibandingkan lima takut yang lain, takut kritik merupakan milik umum dan paling
merusak. Kita semua memiliki sisi-sisi hidup yang begitu “menakutkan”. Kita
yang hanya manusia yang awam dalam menghadapi persoalan tidak sekeras para
pejuang seperti Mahatma Gandhi yang merupakan tokoh Nasionlis India. Ketika kecil Gandhi takut pada maling, setan dan ular. Syukurlah, ia tidak takut pada
kritik. Ia juga tidak takut menghadapi imperialism Inggris yang menjajah negerinya. Inilah kekuatan yang
dimiliki oleh Gandhi.
Mungkin yang terpenting bagi kita, yakni bagaimana cara melawan
ketakutan-ketakutan itu secara baik dan memuaskan. Gandhi mampu membuktikan
melawan kehidupan social, sehingga wajar jika namanya masih dikenang banyak
orang hingga kini, itulah sosok Gandhi yang harus dikenal untuk memotivasi
hidup kita ini.
A.
Individu Bebas
Mengkonstruksi Sesuatu sebagai Apapun
Menarik kalau kita membandingkan
satu benda yang dimaknai beragam oleh orang yang berbeda.Pohon pisang, bagi
kebanyakan orang, misalnya.Tidak memiliki makna tunggal.Rachmat Gobel
melihat pohon pisang patut dijadikan teladan sebab, memiliki banyak fungsi dihampir semua bagiannya. Sebagai manusiapun
kita harus meniru banyak fungsi dari pohon pisang ini. Sebagai manusia,
sepantasnya, semua yang terdapat dalam diri bermanfaat bagi orang lain atau
orang banyak. Anehnya, pohon pisang tidak mesti dianggap sama oleh semua orang
seperti dimaknai pengusaha nasional ini.
Sejawan senior, Prof. Sartono Kartodirjo menyatakan hidup jangan seperti
pisang. Sebab, pohon pisang memiliki keterbatasan, yakni: hanya sekali
menghasilkan buah, habis itu ditebang, kemudian dibuang. Dari filosofi kedua
tokoh ini, dimana kita patut belajar kepadanya, ternyata makna pohon pisang tidak
sama. Pohon pisang bisa dimaknai positif, karena semua bagian pohon pisang dianggap
bermanfaat.
Sebaliknya, pohon pisang bisa pula
dimaknai negatif, karena hanya bisa digunakan sekali pakai ( habis manis sepah
dibuang). Kesemua pandangan tentang pohon pisang ini tidak ada yang
salah.Gambaran pohon pisang sebagai apapun sangat mungkin, sebab kita bebas
mengkonstruksi sesuatu menjadi apapun juga.
Hampir dalam setiap pengalaman,
konstruksi sosial menjadi proses yang
tidak pernah terhenti. Sebab, konstruksi sosial adalah sumbangan yang sangat
penting bagi keteraturan di masyarakat.Karenanya, konstruksi sosal dilakukan
individu sejak kecil hingg dewasa. Dalam etika berkendaraan, misalnya,
bersepeda motor di jalan raya harus mentaati rambu-rambu lalu lintas. Jika bertemu dengan traffic light (lampu
lalu lintas), secar refleks pengetahuan
kita memberitahukan bahwa tindakan kita harus sesuai dengan makna yang terdapat
di lampu itu. Jika lampu mendadak nyala merah berarti; harus segera
berhenti.Jika menyala kuning; siap-siap berhenti, kemudian kalau masih nyala
hijau, teruslah berjalan.
Pertanyaannya, apakah semua pengendara sepeda motor berhenti ketika lampu
lalu lintas menyala merah? Belum tentu! Disinilah konstruksi sosial yang
dimainkan individu kelihatan. Tidak sedikit pengendara motor tetap bablas saja,
sekalipun merah traffic lightsudah menyala. Pemahaman masyarakat tentang tanda harus berhenti, dikalahkan oleh
tafsiran atau pengetahuan lain yang diproduksi dan dimiliki individu. Ada
pengendara motor yang benar-benar berhenti ketika lampu merah, sekalipun tidak
ada polisi! Ada pula, meskipun lampu sudah menyala merah, tapi kalau tidak ada
polisi, terus jalan. Diyakininya akan lolos dari hukuman atau tidak mendapatkan
sanksi.
Hukum di mayarakat yang harus dipahami di sini bahwa realitas sosial tidak
ada pemaknaan tunggal. Sebab masing-masing individu bisa menafsirkan
makna-makna tertentu atas sesuatu. Warna, sikap, keras-lemahnya suara, bisa
memiliki banyak makna.
Dialam kompetitif dan serba material, kematangan psikologis dan pengetahuan
saja tidak cukup sebagai bagian dari sistem, individu mau tidak mau harus
memeras otak dan menimbang-nimbang strategi, apa yang harus dilakukan agar
sukses dalam hidup. Maka, dengan memberdayakan potensi aktor dan potensi
struktur, kesemua kenyamanan hidup bisa
didapatkan.
Mengenali potensi aktor adalah langkah pertama yang penting, sebab
didalamnya terdapat 3 dimensi internal, yakni motivasi tidak sadar (unconciusness),
kesadaran praktis (practical concioucness) dan kesadaran diskursif (discursive
conciousness). Motivasi tidak sadar misalnya kita berangkat ke kantor hanya
sekedar menjalankan rutinitas yang biasa kita lakukan. Sedangkan , kesadaran
praktis merupakan tindakan yang didasari pertimbangan praktis yang kita tidak
bisa diurai secara jelas. Sementara itu, kesadaran diskursif meliputi:
kapasitas kita untuk merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci secara
eksplisit atas tindakan kita. Mengapa kita
harus berpenampilan rapi? Karena kita tidak siap ditegur oleh atasan.
Atau karena kita tidak siap digunjing teman sekerja.
Berikut kisah sukses pengusaha yang mengenali dan memakai strategi didalam
perusahaannya akan kesadaran diskursif yang begitu besar peranan dan
fungsinya :
Teh Botol Sosro,nama teh yang diambil dari perintis usaha teh wangi melati ini (Soetjipto
Sosrodjojo) tidak lepas dari tindakan sadar berulang-ulang. Terutama hingga
penemuan ide bahwa minum teh bisa dengan menggunakan botol. Sebuah tradisi yang
belum banyak berkembang pada saat itu.
Tahun 1965, teh Cap Botol (merk Sosro pertama kali) yang sudah beken di Jawa mulai
diperkenalkan di Jakarta. Teknik promosinya dinamakan Cicip Rasa. Sosrodjojo
mengkoordinasi staefnya untuk rutin mendatangi tempat keramaian.Dengan naik
mobil dan diiringi lantunan lagu terkumpullah penonton. Begitu mereka
berkumpul, seorang staff memperagakan cara merebus dan menyeduh teh. Kemudian,
dipersilahkan penonton untuk mencicipi. Ternyata, teknik ini butuh waktu lama.
Penonton tidak sabaran, keburu jenuh dan banyak yang meninggalkan acara ini.
Kemudian dipikirkan langkah lain. Teh diseduh terlebih dulu di kantor, disimpan dalam panci, kemudian dibawa
ke lokasi. Ternyata air teh dalam panci banyak yang tumpah, karena kondisi
jalan di Jakarta yang saat itu masih tidak baik. Barulah kemudian memiliki ide
untuk menyimpan teh dalam botol untuk mendukung promosi cicip rasa. Akhirnya ,
penggunaan botol terus dikaji sesuai dengan tingkat kepraktisan bagi konsumen.
Perbaikan dan penyempurnaan produk teh botol sosro jelas merupakan tindakan
yang terencana dan mampu dijelaskan dengan kata-kata. Karena itu tidak heran
hingga sekarang pun Teh Sosro masih menduduki peringkat pertama di pasaran
Indonesia. Seperti dikutip Gatra 23 Agustus 2006 (Edisi Khusus), survey yang diadakan oleh frontier pada semester dua tahun 2005
tentang top of mind brand awareness, Sosro bertengger diurutan paling
atas dengan 71,4 %. Kemudian disusui oleh Frestea (produk Coca-Cola) 9,1 %,
Fruit Tea (grup Sosro) 7%, Tekita (produk pepsi Cola) 4,5 % dan ABC teh kotak
3,5 %. Dari contoh diatas, bisa disimpulkan bahwa dengan memberdayakan
ketiga dimensi internal milik
individu, kita bisa memilah dan memilih mana yang paling strategis dan manakah
yang tidak demi memburu target dan tujuan-tujuan tertentu. Kita adalah pemburu
kesuksesan. Pertimbangan-pertimbangan kita otomatis menggerakkan motivasi tidak sadar, kesadaran praktis
ataukah kesadaran diskurtif.
Berikut contoh seseorang yang sukses karena pengalaman keuletannya dan
semangat pantang menyerah yang ditunjukkan dalam meraih suatu kesuksesan dalam
hidupnya. Purdi E. Chandra (45),
pendiri Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) Primagama
juga melakukan tindakan yang sama. Kecerdikan Purdi dalam memilih alat dan
tujuan menghantarkan lembaga yang memiliki moto “Terdepan dalam Prestasi” ini
masuk ke Museum Rekor Indonesia (MURI), lantaran berhasil membuka hampir 400
cabang di 96 kota besar di Indonesia
dengan 100 ribu siswa tiap tahun.
Kuliah di 4 jurusan yang berbeda, yakni Psikologi, Elektro, Sastra Inggris
dan Farmasi di Universitas Gajah Mada(UGM) dan IKIP Yogya membuktikan
kecemerlangan otak purdi. Tetapi ia merasa tidak mendapat apa-apa dengan pola
kuliah yang menurutnya membosankan. Ia yakin, gagal meraih gelar sarjana bukan
berarti gagal meraih cita-cita. Purdi muda yang penuh cita-cita dan idealisme
pun nekad meninggalkan bangku kuliah dan mulai serius untuk berbisnis.
Dengan modal hasil melego motornya seharga 300 ribu rupiah, ia mendirikan
Bimbel Primagama dengan menyewa tempat kecil dan disekat menjadi dua. Muridnya
hanya 2 orang, itu pun tetangga. Biaya les Cuma 50 ribu untuk dua bulan. Kalau
tidak ada les maka uangnya bisa dikembalikan. Dua tahun setelah itu, nama
Primagama mulai dikenal. Muridnya bertambah banyak.
Setelah sukses, banyak yang meniru nama Primagama. Karena reputasi Bimbel
Primagama makin dikenal di Kota Pelajar. Purdi tak cepat berpuas diri. Ia ingin mengembangkan cabang Primagama di kota
lain. Mulailah cabang-cabang Primagama bermunculan di Bandung, Jakarta dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Stephen R. Covey. Dalam The 7
Habits of Highty Effective People, ia menyatakan terdapat 5 paradigma interaksi manusia, yakni
menang/menang, menang/kalah, kalah/menang, kalah/kalah, menang. Ada baiknya
kita merenungkan agar proses memanipulasi pesan tidak menjadi sesuatu yang
justru merugikan kita maupun masyarakat.
a. Menang/Menang
Merupakan kerangka pikiran dan hati yang
mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi sosial. Kesepakatan dan solusi
memberikan keuntungan yang bersifat timbal balik. Model berpikir seperti ini
menghindari dikotomis dan mendekatkan pada kooperatif. Kita berpikir untuk
memenangkan sesuatu, tetapi kita berharap orang lain juga menang. Kita bisa
sama-sama menang, sebab ada banyak “rezeki” yang bisa dibagi untuk banyak orang
secara bersama-sama.
b. Menang/Kalah
Merupakan kerangka pikiran dan hati yang
menjadikan pihak lain, sebagai kompetitor. Kita harus mengalahkan pihak lain,
sebab kita memasuki arena kompetisi. Menang didapat dengan mengharuskan
kekalahan di pihak lain. Covey menyatakan mental inilah yang menghambat kita
untuk berkerjasama dengan pihak lain.
c. Kalah /Menang
Mentalitas ini lebih
buruk dibanding menang/ kalah, sebab kalah menang tidak memiliki standar, tidak
memiliki harapan dan tidak memiliki visi dari interaksi. Ia hanya menyenangkan
atau memenuhi tuntutan orang lain. Ia memiliki sedikit keberanian untuk
mengekspresikan perasaan dan gagasan-gagasannya. Orang yang memiliki paradigma
ini dihantui perasaan minder akibat psikologis kalah. Bergelanyut perasaan
tetapi tidak pernah tersampaikan.
d. Kalah / Kalah
Mentalitas ini hanya
mengandalkan balas dendam. Jika kita kalah, maka orang lain juga harus kalah.
Obesesi yang begitu kuatnya ditujukan untuk mengalahkan musuh. Begitu kuatnya
sehingga ia buta dengan segalanya. Filosofi ini dimiliki orang-orang yang
menderita dan sangat bergantung. Jika dirinya, maka orang lain pun juga harus
kalah.
e. Menang
Mentalitas ini hanya
mementingkan dirinya agar menang. Tidak
ada dalam kontes atau kompetisi. Orang
yang melakukannya hanya berorientasi pada kepentingan diri sendiri.
Menang adalah urusan mereka, sementara itu, kalah atau menang bukan urusan
dirinya alias urusan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar